Afnan ; Membangun Kota Jogja Tanpa Membedakan Suku, Agama dan Ras

Foto Wawan-Peristiwaterkini; Pengajian Umum Calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta

Jogja, – Sebagai warga negara Republik Indonesia, penanaman jiwa rela berkorban dan saling menghargai

perbedaan adalah cerminan nyata dari nilai-nilai Pancasila dan semangat persatuan yang menjadi modal utama negara Republik Indonesia.

Read More

 

“Sikap rela berkorban dan menghargai perbedaan menunjukkan komitmen untuk menjaga keutuhan bangsa di tengah

keberagaman budaya, agama, suku, dan bahasa yang ada di Indonesia,”ucap Afnan Hadikusumo saat Pengajian Umum Calon

Walikota dan Wakil Walikota yang di gelar oleh DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Yogyakarta, Kamis (14/11/2024).

Sikap dan jiwa bekerja tanpa pamrih sering kali menjadi contoh bahwa dengan kepedulian dan rasa empati,

perbedaan tidak menjadi penghalang, tetapi justru menjadi kekuatan untuk bersama-sama memajukan negara.

Afnan menambahkan, dengan sifat yang ikhlas membantu sesama, memperlihatkan bagaimana persatuan

dan gotong royong merupakan dasar kuat bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

“Ini adalah modal sosial yang sangat penting bagi Indonesia untuk terus berkembang dalam suasana damai dan harmonis di tengah keragaman yang ada.

Demikian pula dengan membangun kota Jogja, kita tidak boleh membedakan suku, agama dan ras,” tegas mantan anggota DPD RI 3 kali tersebut.

Pluralisme pendiri Republik Indonesia tercermin dalam latar belakang beragam yang dimiliki oleh para tokoh pendiri bangsa.

Mereka datang dari berbagai agama, etnis, budaya, dan daerah di Nusantara.

Dalam merumuskan dasar negara dan konstitusi, mereka berhasil mengedepankan prinsip kebhinekaan dan persatuan,

meskipun memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda.

“Sebagai contoh, dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI), para tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta,

 

Soepomo, dan Agus Salim sering kali mengemukakan pandangan yang beragam,” jelasnya.

“Perdebatan terjadi, terutama dalam hal dasar negara, di mana ada yang mengusulkan dasar negara yang lebih

bersifat keagamaan dan ada yang mendukung dasar negara yang sekuler. Akhirnya, mereka mencapai konsensus

dengan mengadopsi Pancasila sebagai dasar negara, yang diakui sebagai cerminan pluralisme bangsa Indonesia,” Imbuhnya.

Pluralisme ini menunjukkan komitmen pendiri bangsa untuk menciptakan negara yang menghargai perbedaan,

menjaga persatuan, dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan golongan atau kelompok tertentu.

“Dari sinilah kita terutama saya dan pak Singgih akan membangun Kota Jogja menjadi lebih baik dan nyaman bagi warganya,” pungkasnya.

Related posts