Jogja, – Keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang bagi Okti Sulistiani Sari (16) untuk bersekolah. Baginya, pendidikan merupakan jalan untuk memperbaiki masa depan.
Demi menuntut ilmu, Okti rela mengayuh sepeda sejauh 25 kilometer setiap harinya. Dari rumahnya yang berada di Karanggede, Gilangharjo, Pandak, Bantul, pelajar kelas X ini mengayuh sepeda warna merah berkelir putih kepunyaannya menuju MAN 1 Yogyakarta yang berada di Jalan C. Simanjuntak.
“Biasanya dua jam bersepeda dari rumah. Berangkat dari rumah jam 05.00 WIB,” ungkap Okti.
Mengayuh sepeda merupakan satu-satunya cara bagi Okti menuju ke sekolah. Untuk naik kendaraan umum, Okti mengaku tak punya uang untuk membayar ongkos. Sedangkan dirinya juga tak memiliki sepeda motor.
Sedangkan untuk menebus sepeda kayuh yang ditungganginya saat ini, ibu Okti harus menabung beberapa bulan. Sepeda kayuh hasil keringat dari sang ibu sudah sejak bersekolah di MTSN Bantul setia menemani Okti bersekolah.
“Ayah sekarang kerjanya tidak tetap. Dulu sempat jadi buruh bangunan tapi sekarang sudah tidak lagi. Ayah sekarang membantu ibu yang berjualan di warung. Saya tidak mau menambah beban orang tua. Apalagi saya masih punya adik satu,” tutur Okti.
Mengayuh sepeda ke sekolah bukanlah tanpa kesulitan. Selain jarak tempuh yang jauh, cuaca kerap kali menjadi penghambatnya. Sengatan sinar matahari dan derasnya air hujan acap kali menghambat perjalanan Okti.
Meskipun demikian, Okti tak pernah menyerah pada keadaan demi menuntut ilmu. Saat mengayuh sepeda di tengah guyuran air dari langit, Okti terkadang lebih memprioritaskan buku pelajaran yang dibawanya dibandingkan tubuhnya.
“Kehujanan gak papa yang penting buku pelajaran jangan sampai basah,” ucap Okti.
Okti menceritakan bahwa selepas menempuh pendidikan di MTSN Bantul, orang tuanya tak setuju dengan niatnya yang ingin melanjutkan sekolah di MAN 1 Yogyakarta. Jarak, menjadi alasan penolakan orang tua Okti.
“Saya ingin mencari pengalaman dengan sekolah di Kota Yogyakarta. Alhamdulillah, lewat jalur prestasi saya bisa bersekolah di sini,” kenang Okti.
Seusai diterima menjadi pelajar di MAN 1 Yogyakarta, orang tua Okti sempat menyarankan agar dirinya masuk ke pondok pesantren di daerah Tegalrejo, Yogyakarta. Jarak tempuh ke MAN 1 Yogyakarta yang jauh menjadi pertimbangan orang tua Okti.
“Sempat satu bulan di pesantren tapi akhirnya keluar. Alasannya karena biaya. Akhirnya saya memilih untuk di tempat nenek yang ada di daerah Mlati, Sleman,” jelas Okti.
Tinggal di rumah nenek membuat jarak kayuh Okti berkurang. Dari rumah nenek ke MAN 1 Yogyakarta, Okti hanya tinggal menempuh jarak sejauh 10 kilometer dengan waktu tempuh 45 menit.
Berkat tekatnya yang kuat dalam menempuh pendidikan, pihak sekolah MAN Yogyakarta memberikan bantuan kepada Okti. Sekolah membelikan sepeda baru untuk Okti.
“Kemarin sekolah membelikan sepeda baru. Sepeda dari ibu, rencananya akan dibawa pulang ke rumah Bantul, kan bisa digunakan kalau di rumah,” ujar Okti.
Selepas lulus sekolah, Okti mengaku bercita-cita menjadi pengusaha. Okti juga bertekad kelak bisa membantu kedua orang tuanya serta membantu biaya sekolah adiknya.
“Pendidikan itu penting demi masa depan, saya ingin jadi pengusaha. Saya ingin membahagiakan dan membuat bangga orang tua serta kelak semoga bisa membantu adik,” pungkas Okti.