Hari Ketiga FSY 2024: “Kelas Bertemu Penerbit” Bahas Dinamika Perbukuan di Era Digital

Jogja, – Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2024 memasuki hari ketiga pada Sabtu (30/11) dengan menggelar diskusi bertajuk “Kelas Bertemu Penerbit”.

Acara yang berlangsung pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini menghadirkan dua narasumber utama, Christina M. Udiani, seorang penerbit berpengalaman, dan Mutia Sukma, sastrawan sekaligus penerbit. Diskusi dimoderatori oleh Doel Rohman.

Read More

*Sastra dan Perbukuan di Tengah Perubahan*

Diskusi ini menjadi ruang penting untuk memahami dinamika industri penerbitan di era digital. FSY 2024, yang mengusung tema “Siyaga”, bertujuan menginspirasi berbagai bentuk ekspresi sastra yang inklusif serta peka terhadap isu sosial dan lingkungan.

Dalam sesi ini, para peserta, termasuk penulis, sastrawan, dan penggiat dunia literasi, diajak menggali peluang serta tantangan penerbitan buku di era modern.

“Industri perbukuan saat ini sangat dinamis. Ada berbagai cara distribusi, baik tradisional maupun digital, yang membuka peluang luas bagi para penulis. Namun, banyak hal yang masih perlu dipahami, seperti strategi kurasi penerbit dan cara menjangkau pembaca,” ujar Doel saat membuka diskusi.

Sesi ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk berkonsultasi langsung dengan narasumber, bahkan memperkenalkan naskah mereka.

Beberapa pertanyaan kritis pun muncul dari peserta, salah satunya mengenai fenomena penerbit yang membuka sayembara untuk mencari penulis.

*Peran dan Tanggung Jawab Penerbit*

Menanggapi hal tersebut, Mutia Sukma menjelaskan bahwa praktik seperti sayembara penerbitan dapat menjadi salah satu jalan bagi penulis untuk berkembang, meskipun ia mengingatkan agar sistem semacam itu tidak merugikan pihak manapun.

“Kalau penulis merasa produktivitas dan kepercayaan dirinya meningkat meski melalui sistem berbayar, itu tidak masalah. Namun, penerbit juga harus memastikan tidak ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.

Christina M. Udiani menambahkan, pertumbuhan jumlah penulis merupakan hal positif bagi ekosistem literasi.

“Semakin banyak penulis, semakin baik untuk industri ini. Gramedia, misalnya, menyambut baik perkembangan ini sebagai proses yang sehat,” katanya.

*Buku sebagai Gaya Hidup*

Menanggapi pertanyaan mengenai masa depan toko buku di era digital, Christina menegaskan bahwa toko buku masih relevan jika mampu menjadi tempat yang menarik.

“Buku sekarang lebih dari sekadar bacaan; buku adalah bagian dari gaya hidup. Selama toko buku bisa relevan dan menarik hati pembaca, mereka akan tetap hidup,” jelasnya.

Doel Rohman menutup diskusi dengan catatan reflektif. Ia mengingatkan pentingnya menghidupkan kembali budaya membaca dan berdiskusi di kalangan mahasiswa.

“Pertemuan seperti ini penting untuk menjaga sastra tetap hidup di tengah perubahan zaman,” ujarnya.

Acara ditutup dengan sesi foto bersama, diikuti dengan obrolan santai yang penuh keakraban. FSY 2024 terus berupaya menjadi ruang bertemunya sastra, perubahan, dan respons masyarakat yang “siyaga”.

Related posts