Diskusi Publik Haul Ke-15 Gus Dur: Menghidupkan Kembali Humanisme dan Kerukunan Umat Beriman

Jogja, – Dalam rangka memperingati Haul KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ke-15, Sekber Keistimewaan DIY akan menggelar diskusi publik bertema “Memperkokoh Humanisme dan Kerukunan Umat Beriman” pada Senin (16/12) pukul 15.00-17.30 WIB di Alra Corner, Jl. Surami, Mantrijeron, Yogyakarta.

Gus Dur dikenang sebagai tokoh bangsa yang gigih memperjuangkan demokrasi, humanisme, dan toleransi.

Read More

Dalam perjalanan hidupnya, Gus Dur membangun banyak inisiatif penting, seperti mendirikan Forum Demokrasi (Fordem) bersama sejumlah tokoh bangsa di era 90-an,

berperan dalam Deklarasi Ciganjur pada 1998, hingga memberikan pengakuan terhadap agama Konghucu dan

mengedepankan pendekatan kemanusiaan dalam berbagai kebijakan saat menjadi Presiden RI keempat.

Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra, menyatakan bahwa diskusi ini bertujuan sebagai ruang silaturahmi antar elemen bangsa.

Foto Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra

“Selain itu serta sarana untuk bertukar gagasan demi membangun Indonesia yang lebih berkeadilan, beradab, dan berkemajuan,” jelasnya.

Diskusi publik ini akan menghadirkan sejumlah tokoh, yakni:
1. Walikota Yogyakarta terpilih
2025-2030, dr. H. Hasto Wardoyo,
Sp, OG (K),
2. Anggota DPD RI DIY, Dr. H. Hilmy
Mohammad, MA,
3. Budayawan Thionghoa, Koh Hwat,
4. Jurnalis majalah rohani HIDUP,
Veronica Murwaningsih.

Widihasto juga mengundang masyarakat umum, khususnya generasi muda dan kalangan media, untuk menghadiri acara ini agar semangat pemikiran Gus Dur dapat terus menjadi inspirasi dalam membangun harmoni di tengah keberagaman bangsa.

Acara ini diharapkan mampu menjadi momentum untuk mengenang Gus Dur sekaligus merefleksikan relevansi nilai-nilai humanisme dan toleransi yang ia perjuangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.

Widihasto sedikit menceritakan tentang perjuangan Gus Dur dalam memperjuangkan Kerukunan Umat Beragama.

“Sosok KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenang sebagai guru bangsa yang gigih memperjuangkan demokrasi, humanisme dan toleransi antar umat beriman di Indonesian,” jelasnya.

Pada tahun 90-an Gus Dur bersama tokoh-tokoh bangsa lainnya seperti Adnan Buyung Nasution, Arief Rahman, Rahman Tolleng, Marsilam Simanjuntak dan lain-lain mendirikan Forum Demokrasi (Fordem).

“Sebuah gerakan civil society untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, kebebasan berserikat berkumpul dan mengutarakan pendapat, kesetaraan gender dan keadilan sosial di Indonesia di tengah menguatnya praktek otoritarianisme Orde Baru,” tegasnya.

Pada saat gerakan Reformasi 1998 memuncak, Gus Dur bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X, Megawati Soekarno Putri dan Amin Rais merilis Deklarasi Ciganjur yang isinya mengupayakan terciptanya kesatuan dan persatuan nasional,

menegakkan kembali kedaulatan rakyat, melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah, menjalankan reformasi sesuai dengan dengan kepentingan generasi bangsa.

“Selanjutnya para tokoh reformasi mendesak pemerintah untuk menggelar pemilu yang luber dan jurdil, menghapus Dwifungsi ABRI serta mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan kasus KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan kroni-kroninya,” jelasnya.

Pada tahun 1999 Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI keempat. Pada masa pemerintahannya Gus Dur banyak mengambil keputusan penting yang memberikan banyak dampak kemajuan bagi kehidupan toleransi umat beriman.

“Salah satunya pengakuan Negara terhadap agama Kong Hucu, perayaan Imlek, pembebasan tahanan politik hingga mengedepankan pendekatan kemanusiaan kepada kelompok separatis di Aceh dan Papua,” ujarnya.

Petang hari 30 Desember 2009 Gus Dur berpulang. Bangsa Indonesia kehilangan sosok Guru Bangsa yang berjasa menciptakan keharmonisan bangsa Indonesia yang sangat plural.

“Kini 15 tahun Gus Dur berpulang, pemikiran dan visi Gus Dur masih banyak yang relevan dipergunakan sebagai inspirasi bagi perjalanan bangsa ini kedepan,” tutupnya.

Related posts